Tour Solo – Terkenal dengan banyaknya bangunan bersejarah dari peninggalan kerajaan maupun pemerintah Belanda, kota Solo juga memiliki beberapa ritual adat yang masih kental dengan nilai-nilai budaya. Salah satu upacara adat yang masih dilaksanakan hingga saat ini adalah upacara Sekaten. Sekaten rutin diadakan setiap tahunnya sebagai acara memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Adanya akulturasi antara budaya Hindu – Jawa dan budaya Islam, membuat Sekaten menjadi salah satu acara yang menjadi daya tarik masyarakat lokal dan wisatawan. Ingin tahu lebih lanjut tentang upacara Sekaten? Yuk simak artikel ini untuk menambah wawasanmu tentang upacara Sekaten.
Sejarah Singkat Upacara Sekaten
Upacara ini bermula dari upaya Sunan Kalijaga untuk menyebarkan ajaran agama Islam pada masa Kerajaan Demak. Masyarakat yang kala itu mayoritas beragama Hindu dan Budha pasca pemerintahan Kerajaan Majapahit, membuat Sunan Kalijaga mencari cara bagaimana melakukan dakwah yang bisa diterima masyarakat.
Dengan nyanyian syair diiringi suara gamelan yang dilaksanakan di halaman masjid, Sunan Kalijaga berhasil mengenalkan dan mengajak masyarakat setempat untuk belajar agama Islam.
Nama Sekaten sendiri merupakan hasil dari serapan bahasa arab yaitu Syahadatain yang berarti dua kalimat syahadat. Syahadat sendiri merupakan salah satu tanda ketika seseorang ingin memeluk agama Islam. Nama ini diambil sebab kala itu Sunan Kalijaga berhasil mengajak masyarakat untuk mengucapkan syahadat dan memeluk agama Islam.
Tradisi Rutin saat Maulid Nabi Muhammad SAW
Sekaten menjadi upacara rutin yang diselenggarakan oleh Keraton Surakarta setiap tanggal 5 hingga 12 Rabiul Awal atau biasa disebut dengan bulan Mulud pada kalender Jawa. Tujuan dari tradisi ini adalah melestarikan dakwah islam dengan ciri khas sentuhan budaya Jawa yakni kesenian Gamelan. Sekaten juga dilakukan sebagai bentuk tanda syukur dan rasa senang atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Proses Upacara Sekaten
Upacara Sekaten dilakukan selama tujuh hari dengan berbagai rangkaian acara. Dimulai dari pembunyian gamelan atau Miyos Gangsa, Tumplak Wajik, hingga puncak acara yakni Grebeg Maulud. Sekaten juga biasa dimeriahkan dengan pasar malam yang dibuka sebulan penuh di Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan Keraton Surakarta.
Baca Juga: Festival Kethek Ogleng Pacitan, Merayakan Magisnya Tradisi dan Kebudayaan Jawa Timur
Miyos Gangsa
Acara ini merupakan tanda pembuka dari seluruh rangkaian upacara Sekaten. Miyos Gangsa dimulai dengan abdi dalem keraton mengeluarkan dua gamelan pusaka yaitu Gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari dari istana selepas shalat Dzuhur pada hari pertama Sekaten.
Setelah itu, kedua gamelan ini mulai dibunyikan dan dilanjut dengan masyarakat yang hadir melakukan rebutan janur, suruh kinang, dan telur asin. Gangsa atau gamelan tersebut terus dibunyikan setiap hari selama prosesi Sekaten dari Dzuhur hingga Ashar sebelum di arak ke Masjid Agung.
Saat tiba di Masjid Agung, peletakan kedua gamelan juga diletakkan di dua tempat yang berbeda. Gamelan Kyai Guntur Madu diletakkan di selatan, sedangkan Gamelan Kyai Guntur Sari di sebelah utara.
Tumplak Wajik
Tumplak Wajik adalah rangkaian upacara Sekaten yang dilakukan dengan mengalunkan lagu yang diiringi dengan suara kentongan, lumpang, dan alat musik sejenis. Beberapa lagu yang dimainkan saat Tumplak Wajik antara lain Owal Awil, Tudhung Setan, Lompong Keli, dan lain-lain.
Acara ini biasa dilakukan dua hari sebelum Grebeg Muludan sebagai tanda pembuatan gunungan sudah dimulai. Seperti namanya, prosesi ini juga dilakukan dengan membuat Wajik yang nantinya akan diletakkan pada gunungan.
Grebeg Maulud
Puncak dari upacara Sekaten adalah Grebeg Maulud yang dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awal tepat pada hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Acara ini berupa arakan gunungan berisi hasil bumi seperti buah, sayur, hingga makanan yang dibuat oleh pihak keraton.
Gunungan ini ditujukan sebagai doa dan bentuk selamatan yang melambangkan kesejahteraan keraton. Acara ini ditutup dengan masyarakat yang hadir akan berlomba-lomba untuk mengambil isi gunungan yang sudah didoakan. Isi gunungan ini dipercaya akan memberi perlindungan dari bahaya malapetaka.
Meskipun sempat vakum selama dua tahun akibat pandemi Covid-19, kini upacara Sekaten sudah diadakan kembali dan menjadi salah satu ritual adat yang memiliki potensi sebagai wisata bersejarah di kota Solo.
Jangan lupa untuk mengunjungi laman Labiru Tour untuk melihat penawaran menarik untuk agenda liburanmu.