Trip Banyuwangi – Banyuwangi, sebuah kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan, tetapi juga tempat diadakannya berbagai festival budaya yang spektakuler.
Setiap tahunnya, ribuan wisatawan dari dalam dan luar negeri membanjiri Banyuwangi untuk melihat festival tersebut. Festival-festival ini tidak hanya menjadi ajang untuk memperkenalkan kebudayaan lokal kepada dunia, tetapi juga sebagai ajang untuk memperkuat identitas budaya mereka.
Dengan berbagai acara yang menarik perhatian mulai dari seni pertunjukan tradisional hingga pameran seni kontemporer, Banyuwangi telah menjadi tujuan utama bagi para pecinta budaya yang ingin merasakan keindahan dan keberagaman seni yang autentik.
Penasaran ingin tahu apa aja festival yang diadakan sebagai ajang tahunan di Banyuwangi? Berikut informasi mengenai festival budaya terbesar dan paling ditunggu di Banyuwangi
Banyuwangi Ethno Carnival
Festival Gandrung Sewu adalah pagelaran tari kolosal yang merupakan bentuk penghormatan terhadap Dewi Sri. Festival ini juga memiliki makna mendalam bahwa dalam melestarikan budaya agar tetap terjaga dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak.
Diadakan pertama kali pada tahun 1974, tetapi sayangnya tidak ada kelanjutan pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2012, Bupati Anas meminta bantuan pada seniman Banyuwangi untuk mengadakan pertunjukan spektakuler, yaitu Festival Gandrung Sewu.
Dalam pelaksanaannya, Festival Gandrung Sewu ini melibatkan lebih dari seribu penari Gandrung dengan jenjang pendidikan dari SD, SMP, dan SMA yang memiliki tinggi badan minimal 140 cm. Setiap tahunnya, festival ini akan diadakan dengan tema yang berbeda-beda.
Gintangan Bamboo Festival
Gintangan Bamboo Festival diselenggarakan di Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi. Festival ini diselenggarakan dalam rangka mempromosikan kerajinan bambu hasil dari kreasi warga dan peringatan hari jadi Desa Gintangan.
Festival ini menyajikan atraksi dan kreatifitas warga dalam membuat kostum berbahan dasar bambu. Pesertanya juga merupakan warga Gintangan yang mewakili RT masing-masing dan nantinya pengrajin akan memilih peraga untuk menampilkan kostumnya.
Baca juga: Ragam Aktivitas Culture Site di Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi
Festival Baleganjur Banyuwangi
Parade ogoh-ogoh tidak hanya diadakan di Bali, tetapi di Banyuwangi, tepatnya di Kecamatan Purwoharjo, masyarakat yang beragama Hindu juga mengadakan parade ogoh-ogoh yang biasa disebut dengan Festival Baleganjur.
Masyarakat Purwoharjo bergotong-royong mempersiapkan festival ini untuk diselenggarakan ketika menjelang Hari Raya Nyepi. Tidak hanya umat Hindu saja, tetap tokoh-tokoh lintas agama pun juga ikut menyemarakkan parade ini.
Parade ini diikuti oleh puluhan ogoh-ogoh dengan berbagai bentuk yang unik, biasanya satu ogoh-ogoh digotong oleh 10 orang. Kemudian di belakangnya diikuti oleh barisan Balaganjur, yang berarti pasukan atau barisan yang berjalan dengan membawa gamelan.
Upacara Kebo-Keboan Alas Malang
Festival kebo-keboan adalah salah satu upacara adat Suku Osing Banyuwangi. Upacara adat ini diadakan sebagai wujud rasa syukur masyarakat Osing atas hasil panen yang telah mereka terima pada tahun tersebut.
Ritual ini juga memiliki fungsi sebagai upacara bersih desa dan tolak bala agar masyarakatnya senantiasa terhindar dari mara bahaya. Upacara ini menampilkan manusia yang dirias layaknya kerbau sebagai simbol kebo-keboan.
Ada tiga tahapan dalam festival ini, yaitu yang pertama selamatan dengan menyajikan tumpeng yang dimakan bersama di sepanjang jalan desa, kedua mengarah 30 manusia kerbau mengelilingi 4 penjuru desa, dan yang terakhir penanaman benih padi oleh manusia kerbau.
Upacara Keboan Aliyan
Tradisi keboan ini merupakan sebuah wujud suka cita atas berkah yang telah diterima selama setahun sekaligus memohon keberkahan dan kejayaan untuk tahun berikutnya. Festival ini dilakukan oleh masyarakat Osing Aliyan secara turun-temurun.
Upacara ini menampilkan seekor kerbau replika raksasa yang dipanggul warga, serta didampingi oleh dua ekor kerbau berukuran lebih kecil yang ditunggangi 2 orang lelaki berpakaian hitam dengan membawa cemeti ditangannya.