Tour Jogja – Di balik tempat-tempat bersejarah dan jalan-jalan yang dipenuhi dengan bangunan tradisional, Kotagede menyimpan sebuah khazanah budaya yang kaya. Tersembunyi di antara warisan sejarah yang megah, Kotagede memungkinkan pengunjung untuk membenamkan diri dalam perjalanan menelusuri wisata masa lampau Kerajaan Mataram.
Destinasi wisata masa lampau yang bisa kamu kunjungi di Kotagede antara lain adalah kompleks makam raja-raja Mataram dan rumah tradisional Joglo yang masih mempertahankan keaslian arsitektur zaman dahulu. Berikut beberapa destinasi wisata masa lampau yang bisa kamu kunjungi di Kotagede.
Intro Living Museum Kotagede
Museum Kotagede menjadi pusat informasi awal atau pintu untuk mengenali kisah peristiwa dan berbagai alur sejarah yang terjadi di Kotagede, serta museum ini juga menunjukkan lokasi-lokasi bersejarah di Kotagede yang masih terjaga kelestariannya hingga kini.
Lokasinya hanya berjarak 1 kilometer dari Pasar Legi Kotagede, yaitu tepatnya terletak di Jl. Tegal Gendu No.20, Prenggan, Kotagede.
Museum Kotagede bertempat di Rumah Kalang peninggalan dari BH Noerijah, seorang tokoh keturunan orang Kalang yang terkenal dengan kerajinan emasnya.
Rumah ini didirikan tahun 1931 – 1938, dengan mengusung arsitektur bergaya Eropa yang diselaraskan dengan budaya lokal. Buka di hari Selasa – Minggu, pengunjung bisa melakukan reservasi terlebih dahulu di akun Instagram untuk mendapatkan edukasi tentang museum ini.
Museum Kotagede berisi koleksi-koleksi yang dibagi menjadi 4 klaster utama, yaitu :
- Klaster Situs Arkeologi dan Lanskap Sejarah
- Klaster Kemahiran Teknologi Tradisional
- Klaster Seni Pertunjukan Sastra, Adat-Tradisi dan Kehidupan Keseharian
- Klaster Pergerakan Sosial Kemasyarakatan
Baca juga: Kelezatan 5 Jajanan Pasar Khas Kotagede, Kuliner Warisan Jogja
Gang Soka
Gang Soka Kotagede menjadi salah satu sudut legendaris yang ada di Jogja, karena kawasan ini memiliki sejarah dan daya tarik sendiri bagi wisatawan.
Banyak rumah tradisional khas Jogja yang masih dipertahankan dari dulu hingga sekarang, sehingga membuat pengunjung serasa dibawa ke Jogja tempo doeloe berkat nuansa klasiknya. Menariknya, rumah-rumah tersebut masih kokoh dan sangat terawat meski sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu.
Berlokasi di selatan Jl. Mondorakan atau sekitar 350 meter dari Pasar Legi Kotagede. Gang Soka ini dibangun pada tahun 1930-an atas prakarsa dan juga merupakan hadiah dari Kanjeng Sunan Pakubuwono X untuk Tumenggung Mertalaya.
Salah satu spot ikonik disini adalah Rumah Pesik, yaitu rumah yang dimiliki oleh pengusaha Kotagede bernama Rudy J. Persik.
Masjid Gede Mataram Kotagede
Terletak di Desa Jagalan, Banguntapan, Bantul. Masjid Gede Mataram Kotagede merupakan peninggalan kerajaan Mataram yang dibangun dengan desain arsitektur campuran antara Jawa Kuno dan Hindu.
Arsitektur jawanya dapat dilihat dari bangunan masjid, sedangkan untuk arsitektur Hindu terdapat pada pintu gerbang dan pagar tembok yang mengelilingi masjid. Dibangun pada era pemerintahan Panembahan Senopati, yaitu antara tahun 1575 – 1601 M.
Pembangunan Masjid Kotagede dimaksudkan untuk menjadi sarana pengembangan agama Islam, dimana pendirian masjid ini merupakan perintah dari Panembahan Senopati atas perintah dari sang guru yaitu Sunan Kalijaga.
Masjid ini juga terletak berdekatan dengan komplek makam kuno Kotagede yang berada di sebelah barat masjid, yaitu kompleks makam raja-raja Mataram dan makam keluarga Pakualaman.
Baca juga: Rekomendasi Kuliner Blusukan Jogja: Menguak Harta Karun Kuliner Kota Pelajar
Pasar Legi Kotagede
Pasar Legi Kotagede merupakan pasar tradisional tertua di Kota Yogyakarta, yaitu berdiri sejak Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1549. Pasar ini dibangun sejalan dengan konsep Catur Gatra Tunggal, yaitu konsep manajemen tata kota tempo dulu.
Ada empat hal yang diutamakan yaitu keraton sebagai pusat kerajaan, alun-alun untuk tempat berkumpul, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar untuk pusat ekonomi.
Berlokasi di Jl. Mentaok Raya, Purbayan, Kotagede. Dinamakan Pasar Legi karena ada hari pasaran menurut kalender Jawa yang aktivitas transaksi pasar yang paling ramai, yaitu pada hari pasaran Legi.
Bagi pengunjung yang ingin berburu kuliner khas Kotagede, tempat ini sangat cocok untuk dikunjungi karena disini kita dapat menjumpai aneka jajanan tradisional yang sudah mulai langka.
Situs Watu Gilang Kotagede
Watu Gilang merupakan batu pipih yang dulunya berfungsi sebagai alas tempat duduk Panembahan Senapati, yang terbuat dari batu andesit berwarna hitam berbentuk persegi panjang.
Diatasnya terdapat goresan-goresan tipis berupa tulisan dalam empat bahasa yang merupakan bentuk vandalisme yang dilakukan oleh orang Belanda. Ada juga cekungan di batu tersebut yang diyakini akibat dari benturan kepala Ki Ageng Mangir saat sembah sungkem kepada Panembahan Senopati.
Dalam situs tersebut tidak hanya terdapat Watu Gilang saja, tetapi ada dua peninggalan lain yaitu Watu Gatheng dan Watu Genthong. Watu Gatheng merupakan batu berwujud bulat dengan berbagai variasi ukuran, yang dipercaya sebagai mainan dari Raden Rangga, putra Panembahan Senopati.
Namun, ada juga yang mengatakan bahwa batu ini adalah peluru dari meriam raksasa Kyai Poncowuro milik Sultan Agung. Watu Gentong adalah batuan andesit berukuran 57 cm. Batu ini digunakan Ki Juru Martani dan Ki Ageng Giring yang merupakan penasehat Panembahan Senopati untuk mengambil air wudhu.
Ketiga situs sejarah ini bisa dikunjungi pada hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Namun, bisa juga dikunjungi setiap hari karena memang dibuka untuk umum dan tidak terbatas waktu.